Senin, 09 Desember 2013

Sehatkah Sayuran Hidroponik?

SEHATKAH SAYURAN HIDROPONIK Anak kami yang tingkat akhir sekolah dasar dengan santai menyampaikan pendapatnya tatkala ibunya tengah memasak sayuran. Pertanyaannya sederhana. Ini sayuran hidroponik, bukan ibu? Pertanyaan itu datang lantaran 2 hari sebelumnya ia baru saja melihat gambar-gambar menarik budidaya sayuran hidroponik di sebuah majalah hidroponik luar negeri. Apa keistimewaan sayuran hidroponik? Rupanya konsumen tertarik karena beragam alasan. Produk hidroponik yang sekarang penampilannya mulus tanpa cacat, terasa lebih gurih ketimbang sayuran biasa, dan terpenting bebas pestisida yang bisa menimbulkan efek buruk bagi kesehatan. Sudah begitu sayuran hidroponik lebih segar ketimbang produk serupa dari pasar tradisional. Harap mafhum sayuran hidroponik kesegarannya bertahan lama. Alasan lain adalah pehobi bisa menanam, memupuk, merawat, dan memanen tanaman tanpa harus belepotan tanah. Sudah begitu, cara itu hemat lahan dan meningkatkan populasi tanaman per satuan luas. Dengan jarak antarpot 15—20 cm saja, populasi sayuran hidroponik bisa mencapai 20—24 tanaman per meter persegi. Bila populasi hendak didongkrak, rak tanam bisa dibuat bertingkat. Hal itu tidak bisa dilakukan kalau menanam di tanah. Hidroponik juga bisa membuat lahan pekarangan sempit terutama di perkotaan menjadi ladang sayuran seperti di desa. Tak percaya? Bayangkan lahan pekarangan seluas 20 m persegi bisa disulap menjadi ladang caisim dengan menyusun 6 buah pipa PVC berdiameter 4 cm sepanjang 4 m. Pada setiap pipa itu dibuatkan 20 lubang dengan jarak antarlubang 20 cm. Lubang-lubang itulah tempat meletakkan pot caisim, pakcoy, hingga kangkung. Berapa modalnya? Biaya pembuatan modul hidroponik itu hanya Rp1,5-juta. Soal keuntungan memang relatif. Paling tidak sebagai gambaran harga sayuran hidroponik 3 kali lipat sayuran biasa dan itu cukup menggiurkan. Tertarik berhidroponik? Kecenderungan konsumen saat ini untuk mengonsumsi sayuran hidroponik terus meningkat seiring dengan gaya hidup sehat yang berkembang. Sayuran hidroponik seringkali diklaim lebih sehat dibandingkan budidaya konvensional. Pantas bila para produsen produsen sayuran hidroponik menyebutkan produk hidroponik jauh lebih sehat karena tanaman tidak bersentuhan dengan tanah yang banyak terdapat kuman penyakit. Benarkah demikian? Fakta sebenarnya adalah sayuran hidroponik memiliki kandungan nutrisi lebih lengkap. Nutrisi lengkap tersebut lebih karena pengaruh pemupukan yang lengkap. Pemupukan lengkap juga membuat sayuran hidroponik lebih renyah. Selain itu sayuran hidroponik nirpestisida. Itulah yang diklaim bahwa sayuran hidroponik lebih menyehatkan. Syaratnya penting kembali kepada program pemupukan yang pas. Pengaturan pemupukan pada tomat, misalnya, terbukti bisa mendongkrak kadar vitamin dan masa simpan yang berkaitan dengan kesegaran. Sekedar menyebutkan contoh, riset di Amerika Serikat sudah membuktikan bila tomat dan cabai hidroponik mengandung vitamin A, B1, B2, B3, B6, E, dan C serta mineral lebih banyak dibanding di jenis sama yang ditanam di tanah. Namun, kondisi itu tetap dipengaruhi varietas dan lama pematangan buah di pohon. Bila tanaman ditanam di tanah, ketika hujan turun, tanaman berisiko terkena cipratan air bercampur tanah yang mungkin saja mengandung bibit penyakit. Hujan juga membawa spora penyakit dari udara. Pada budidaya hidroponik, seperti memakai sistem NFT, permukaan media ditutup mulsa plastik. Nah spora yang jatuh di atasnya, tidak langsung ke media. Oleh sebab itu peluang tanaman mengalami kontaminasi penyakit lebih sedikit. Pada sistem hidroponik, air yang dipakai tidak bisa sembarangan. Air terbaik adalah air sumur, bukan air permukaan yang masih memiliki kuman penyakit. Beberapa pekebun di mancanegara yang sudah akrab dengan hidroponik bahkan memperlakukan air dengan memberikan ionisasi memakai sinar ultraviolet sebelum digunakan. namun sesungguhnya bertanama hidroponik juga memiliki kendala seperti butuh investasi besar. Namun kondisi itu sebanding dengan harga jual yang bisa mencapai 2–3 kali lipat. Apalagi bila sudah berbicara kesehatan, harga bukan lagi menjadi batu sandungan bagi konsumen.

Tidak ada komentar: